Medan,
Rajawali News: Penyidik Subdit III Tindak Pidana Korupsi (Tipikor)
Direktorat Reskrimsus Polda Sumut mengaku kesulitan mengungkap alat bukti
keterlibatan Sekretaris Daerah (Sekda) Nias Selatan (Nisel), Asa'aro Laia, atas
kasus dugaan korupsi pengadaan tanah pembangunan Balai Benih Induk (BBI) di
Kabupaten Nisel TA 2012, yang diperkirakan merugikan negara Rp9,4 miliar.
"Pihak yang kita panggil ini saling melempar kesalahan atau fakta dengan
tujuan untuk menghindari pertanggung jawabannya, sehingga penyidik membutuhkan
konsentrasi dan upaya yang lebih guna membuktikan pihak-pihak yang bertanggung
jawab dalam kasus itu," kata Kepala Unit I Subdit III Tipikor Direktorat
Reskrimsus Poldasu, AKP Wahyu Bram, Sabtu (7/12), tanpa menyebutkan pihak-pihak
yang dimaksud. Dikatakannya, beberapa saksi yang telah diperiksa penyidik,
enggan memberikan keterangan yang sebenarnya. "Kita tidak bisa membuka
panjang lebar karena begitulah yang kita hadapi dalam penyidikan ini. Sebab
para saksi ini sepertinya takut dengan sesuatu sehingga enggan memberikan
keterangan yang sebenarnya atau dengan kata lain menyembunyikan
sesuatu. Contohnya, seumpama keterangan saksi menyebutkan kepada orang
yang sudah meninggal, itu bagaimana? Tentunya hal ini mengaburkan
permasalahan," jelas Bram. Mengenai belum ditahannya Sekda Nisel dalam
kasus ini, Bram mengaku karena ada upaya yang dilakukan penyidik untuk
menguatkan penahanan terhadapnya. Sebab, seseorang yang ditetapkan sebagai
tersangka, tidak serta-merta langsung ditahan. Tetapi, jika ada alat bukti yang
cukup, maka penahanan pasti dilakukan dan dikirim berkasnya ke pengadilan.
"Untuk kapasitas Sekda Nisel dalam kasus ini sebagai Ketua Pembebasan
Lahan," tambahnya. Ditanya bahwa sebelumnya ada informasi jika hasil
audit BPKP Sumut sudah keluar kemungkinan kuat Sekda Nisel ditahan? Bram
menyebutkan, walaupun hasil audit kerugian negara dari BPKP Sumut sudah
dikeluarkan, masih ada tindakan-tindakan yang perlu dilakukan penyidik untuk
membuktikan fakta perbuatan yang ditetapkan sebagai tersangka ini, dan itu
tidak semudah membalik telapak tangan. "Hasil audit BPKP Sumut itu
sifatnya hanya formal saja. Artinya mengesahkan bahwa itu jumlah kerugian
negaranya. Sebab, penyidik juga melakukan penghitungan, kemudian disampaikan
kepada auditor BPKP Sumut untuk disahkan. Lalu auditor menganalisa dan
menghitung kembali, baru kemudian mengesahkannya. Jadi, data hasil kerugian
negara ini merupakan fakta pendukung. Namun siapa yang penyebab timbulnya
kerugian negara ini dan siapa yang bertanggung jawab, itu yang paling penting
untuk diungkap," jelas mantan penyidik KPK ini. Menurut Bram, perbedaan
status tersangka dalam KUHAP, apakah dia ditahan atau divonis di pengadilan
nanti, ada klasifikasinya. Jadi, kalau ada bukti permulaan yang cukup, baik itu
berdasarkan laporan atau keterangan saksi, penyidik bisa menetapkan seseorang
sebagai tersangka. Akan tetapi, untuk bisa sampai divonis di pengadilan, harus
ada dua alat bukti yang cukup. "Ini jelas tahapannya jauh berbeda, tidak
otomatis ditetapkan tersangka dan langsung ditahan, lalu selanjutnya dikirim
pengadilan untuk divonis. Tahapan inilah yang sedang penyidik lakukan tetapi
kita mendapat gangguan untuk menguatkan itu. Gangguan itu saya tidak bisa
sampaikan ke publik," sebutnya. Bram melanjutkan, penyidik saat ini sedang
fokus mengumpulkan alat bukti untuk diserahkan ke pengadilan. Karena siapa yang
sudah ditetapkan sebagai tersangka, penyidik wajib mempertanggungjawabkannya
untuk menuntaskan di pengadilan nanti. "Namun, jika dalam pengembangan ada
temuan atau indikasi mengarah kepada tersangka baru, kita tentunya melakukan
berbagai upaya untuk membuktikannya," ujar perwira polisi berpangkat tiga
balok emas ini. Disinggung untuk jumlah kerugian negara yang dikeluarkan
auditor BPKP Sumut, Bram tidak bisa menyampaikannya dengan alasan berbagai
pertimbangan penyidik."Kerugian negaranya tidak bisa kita sampaikan secara
pasti, tetapi yang jelas sudah ada sekitar di atas Rp5 miliar.Kenapa tidak bisa
disampaikan, karena ada upaya-upaya dari pihak-pihak yang berusaha untuk
mengaburkan kasus ini yang merugikan negara cukup besar. Salah satu contohnya,
pihak-pihak tersebut melakukan pembatalan jual beli dengan mengembalikan uang.
Kerugian negara dalam kasus ini adalah hal yang fatal, sehingga jika kita
sampaikan ke publik, mereka berupaya mengaburkannya. Jadi, lebih baik saya
tidak sampaikan besaran nilai kerugian negaranya," tandas Bram.
Sebagaimana diketahui, penyidik Subdit III Tipikor Direktorat Reskrimsus
Poldasu Sekda Nisel Asa'aro Laia dan Asisten I Nias Selatan, Feriaman
ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Pasca ditetapkan sebagai
tersangka, penyidik juga telah melakukan penggeledahan ruang kerja Sekda Nisel
pada Selasa (24/9) lalu. Dalam penggeledahan itu, penyidik sudah menemukan
bukti yang nantinya akan digunakan untuk menahan Asa'aro Laia. Terkuaknya kasus
korupsi ini, dimulai dari adanya anggaran yang dianggarkan oleh Pemkab Nisel
untuk pembebasan lahan sebesar Rp9,4 miliar. Namun, disinyalir dana itu bukan
digunakan untuk pembebasan lahan pembangunan fasilitas umum tersebut, malah
dialihkan untuk pembebasan lahan balai benih. Awalnya, kasus ini ditangani oleh
pihak Polres Nisel. Namun, dengan berbagai pertimbangan akhirnya ditangani oleh
Subdit III Tipikor Direktorat Reskrimsus Poldasu. Kendati demikian, beberapa
berkas lainnya masih ditangani oleh Polres Nisel. (PB).
Komentar
Posting Komentar